“Demikian, pengucapan Putusan
Undang-Undang Perkawinan Perkara Nomor 46, karena ini sangat penting dan
revolusioner sebenarnya saya ingin menekankan bahwa sejak hari ini, sejak ketok
palu tadi maka anak yang lahir di luar perkawinan resmi. Baik itu kawin siri
maupun selingkuhan maupun yang Sejenisnya maka anak yang lahir dari hubungan
itu mempunyai hubungan darah dan mempunyai hubungan perdata dengan ayahnya.”
Moh Mahfud MD , Ketua Mahkamah
Konstitusi RI
Begitulah
Statement Ketua Mahkamah Konstitusi,
Prof Moh Mahfud MD Seusai Memimpin Sidang Putusan Perkara Nomor 46/PUU-VIII/2010 Tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan [Pasal 2 Ayat (2) Dan Pasal 43 Ayat (1)] Terhadap UUD RI Tahun
45, Sejak Hari itu Jumat 17 Februari 2012 Secara Otomatis Seluruh Anak-Anak
Indonesia yang Terlanjur Lahir Dari Hubungan yang Tidak Resmi, Berhak
Mendapatkan Perlindungan Hukum dan Kedudukan Hukum yang Sejajar Dengan
Anak-Anak yang Lahir Dari Ikatan Perkawinan Resmi. Sebuah Terobosan Luar Biasa
yang Dilakukan Lembaga Pengawal Konstitusi Ini, Walaupun Terdapat Satu Alasan
yang Berbeda (Concurring Opinion) Diantara
Hakim Konstitusi Dalam Memutus Perkara Ini, Namun Menurut Penulis Secara
Pribadi Patut Lembaga Ini Diberi Apresiasi Atas Keberaniannya Mengeliminasi
Norma Hukum yang Sudah Mapan, Karena Dianggap Tidak Memberikan Proteksi Hukum
Terhadap Anak-Anak Tak Berdosa yang Lahir Dari Kesalahan Orang Tuanya, Meskipun
Harus Diakui Bahwa Putusan MK ini Tidak Terlepas Dari Pro dan Kontra Dengan
Masing-Masing Argumentasinya.
Berawal
Dari Permohonan Uji Materi UU Perkawinan Terhadap UUD, Oleh Mantan Pedangdut,
Machicha Mochtar (Aisya Mochtar) Dengan alasan akibat Pasal 43
ayat (1) UU Perkawinan itu, anak laki-lakinya yang berusia 14 tahun tidak bisa
mencantumkan nama ayah biologisnya dalam akta kelahiran. Ayah dimaksud adalah
almarhum Moerdiono, Menteri Sekretaris Negara di era Presiden Soeharto. Pasal
43 Ayat (1) UU Perkawinan Sebelum Adanya Putusan MK Ini Berbunyi “Anak yang
dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya
dan keluarga ibunya” Namun Setelah
Dikeluarkannya Putusan MK Ini, Karena Dianggap Bertentangan Dengan UUD 45, Pasal
43 Ayat (1) UU Perkawinan Harus Dibaca “Anak yang dilahirkan di luar
perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta
dengan laki-laki sebagai ayahnya
yang dapat dibuktikan berdasarkan
ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai
hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya”.
Dengan Demikian Anak-Anak yang Lahir Di Luar Ikatan Perkawinan
yang Sah Baik Nikah Sirri (tidak Tercatat) ,Kawin Kontark, Zina, Korban Pemerkosaan, Praktek Prostitusi,
Kumpul Kebo (Samen Laven) Dll,
Setelah Perubahan Pasal 43 (1) UU Perkawinan, Melalui Putusan Mahkamah
Konstitusi ini, Langsung Mempunyai
Hubungan Hukum (Keperdataan) Dengan
“Lelaki” yang Menghamili Ibu Dari Anak
Luar Kawin Sehingga Lahirlah Anak Tersebut,
Karena Menurut Pertimbangan MK Anak yang Lahir Di Luar Perkawinan yang
sah, harus mendapatkan perlindungan hukum. Jika tidak demikian, maka yang
dirugikan adalah anak yang dilahirkan di luar perkawinan itu, padahal anak
tersebut tidak berdosa karena kelahirannya di luar kehendaknya. Anak yang
dilahirkan tanpa memiliki kejelasan status ayah seringkali mendapatkan
perlakuan yang tidak adil dan stigma di tengah-tengah masyarakat. Hukum
harus memberi perlindungan dan kepastian hukum yang adil terhadap status seorang
anak yang dilahirkan dan hak-hak yang ada padanya.
Pakar Hukum Islam Universitas Gadjah Mada, Prof Dr Abdul Gofur dalam Kaitannya
Dengan Hal ini Berpendapat, “ Anak-anak Luar Kawin itu dilahirkan tanpa dosa Maka Dari
itu harus Mendapatkan Hak Lebih Dari Pengaturan Hak Anak Luar Kawin
Sebelumnya”. Kini Anak Luar Kawin Mempunyai
Kedudukan Hukum yang Setara Dengan Anak-Anak yang Lain Dari Segi Pewarisan
Yakni Menjadi Ahli Waris Dari Ayah Biologisnya (tanpa Proses Pengakuan Dari
Sang Ayah yang Tercantum dalam Pasal 272
BW), Berhak Mendapatkan Akte Dengan Pencantuman Nama Ayahnya Dan Semakin
Memperkecil Potensi Penelantaran Terhadap Anak Luar Kawin.
Sebagian Besar Kalangan Memuji serta Mendukung --Meminjam
Istilah Saharuddin Daming Salah Satu Anggota
Komnas HAM—Terobosan Spektakuler MK ini, Namun ada Pula Yang Melayangkan Kritik dan Protes Terhadap Putusan Ini,
Argumentasi yang Dibangun Pihak yang
Kontra Terhadap Putusan Ini Adalah Sebagaimana yang Dikatakan ” Syamsuar Basyariah,
Ketua ICMI Aceh Barat, “Jika anak luar
nikah diakui bisa membawa implikasi bahwa perkawinan orang tuanya dianggap sah
,Maka Alangkah Baiknya Putusan Itu Dikaji Ulang” Tidak Berhenti Disitu Majelis Ulama Indonesia
Melalui Fatwa No 11 Tahun 2012 Sebulan Setelah MK Mengeluarkan Putusannya, Mengingatkan antara
lain bahwa anak hasil zina tidak mempunyai hubungan nasab, wali nikah waris,
dan nafaqah dengan lelaki yang menyebabkan kelahirannya. Tetapi MUI juga mengingatkan
bahwa pemerintah wajib melindungi anak hasil zina dan mencegah terjadinya
penelantaran. Kritikan Bertubi- Tubi
Dari Kalangan Ulama Datang Karena Muncul Penafsiran yang Keliru Dalam
Masyarakat yang Mengatakan Bahwa Putusan
MK No 46/PUU-VIII/2010 ini Untuk Melegalkan/Menghalalkan Perzinahan,
Namun Hal itu Telah Dibantah Oleh Hakim konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi
menegaskan putusan MK semata berupaya melindungi anak luar kawin yang tidak
berdosa, bukan membenarkan tindakan
perzinahan Sebab memberikan perlindungan
terhadap anak dan persoalan perzinahan merupakan dua rezim Hukum yang berbeda.
Terlepas Dari Kritikan yang Di Lontarkan Kepada
Mahkamah Konstitusi Kaitannya Dengan Putusan No 46/PUU-VIII/2010 Tersebut, Menurut Hemat Penulis MK Mempunyai Niat Baik
Untuk Melindungi Seluruh Anak Luar Kawin yang Merupakan Korban Dari Kekhilafan
Kedua Orang Tuanya Serta Cenderung Ditelantarkan. Apabila Kita Dengan Cerrnat
Membaca Seluruh Salinan Putusan MK Tersebut Dari Awal Hingga Akhir Maka Kita
Akan Melihat Bagaimana Sebuah Metamorfosa
Niat Baik yang Tak Terlihat Secara Inderawi Berubah Menjadi Sebuah Aturan Formal Tertulis
yang Mengamputasi Diskriminasi Sosial
Terhadap Anak-Anak Tak Berdosa yang “Kebetulan” Lahir Di Luar Perkawinan yang Sah.
Sungguh Merupakan Kado Terindah Bagi Seluruh Anak Luar Kawin Di Nusantara Ini.
Penulis Yakin Benar Jika Putusan Mahkamah Konstitusi Ini Diberlakukan Dengan
Baik dan Maksimal Maka Senyum Seluruh Anak Luar Kawin Di Indonesia Akan Selebar Anak-Anak yang Lain.
Selamat Hari Anak Nasional.
Tulisan ini diambil dari buku Kumpulan Tulisan berjudul "Potret Hukum dan Demokrasi" yang disunting oleh Indra Talip Moti dan Syafrin S. Aman. Diterbitkan Oleh KOPI.PRESS, Tulisan ini juga Sempat dimuat pada beberapa Media Lokal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar