Sebagai
hukum yang bersifat publik, hukum pidana menemukan arti pentingnya dalam wacana
hukum Positif di Indonesia. Bagaimana tidak, di dalam hukum pidana itu
terkandung aturan-aturan yang menentukan perbuatan-perbuatan yang tidak boleh
dilakukan dengan disertai ancaman berupa pidana (nestapa) dan menentukan
syarat-syarat pidana dapat dijatuhkan. Sifat publik yang dimiliki hukum pidana
menjadikan konsekuensi bahwa hukum pidana itu bersifat nasional. Dengan
demikian, maka hukum pidana Indonesia diberlakukan ke seluruh wilayah negara
Indonesia. Di samping itu, mengingat materi hukum pidana yang sarat dengan Nilai-nilai
kemanusian mengakibatkan hukum pidana seringkali digambarkan sebagai pedang
yang bermata dua. Satu sisi hukum pidana bertujuan menegakkan nilai
kemanusiaan, namun di sisi yang lain penegakan hukum pidana justru memberikan
sanksi kenestapaan bagi manusia yang melanggarnya.
Oleh
karena itulah kemudian pembahasan mengenai materi hukum pidana dilakukan dengan
ekstra hati-hati, yaitu dengan memperhatikan konteks masyarakat di mana hukum
pidana itu diberlakukan dan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan
yangberadab. Persoalan kesesuaian antara hukum pidana dengan masyarakat dimana
hukum pidana tersebut diberlakukan menjadi salah satu prasyarat baik atau
tidaknya hukum pidana. Artinya, hukum pidana dianggap baik jika memenuhi dan
berkesesuaian dengan nilai-nilai yang dimiliki masyarakat. Sebaliknya, hukum
pidana dianggap buruk jika telah usang dan tidak sesuai dengan nilai-nilai
dalam masyarakat.
Hukum Pidana
Menurut Prof. Dr.
Moeljatno, SH ; ”Hukum pidana adalah bagian
dari keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara, yang mengadakan dasar-dasar
dan aturan-aturan untuk:
·
Menentukan
perbuatan-perbuatan yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai
ancaman atau sanksi berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan
tersebut;
·
Menentukan
dan dalam hal apa kepada mereka yang melanggar larangan-larangan itu dapat
dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan;
·
Menentukan
dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilakasanakan apabila orang
yang disangkakan telah melanggar larangan tersebut ”.
Sejarah Singkat Pemberlakuan Hukum
Pidana Di Indonesia.
Masa
pemberlakuan hukum pidana Barat dimulai setelah bangsa, Belanda datang ke
wilayah Nusantara, yaitu ditandai dengan diberlakukannya beberapa peraturan
pidana oleh VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie) pada tahun 1602-1799.
Sebelumnya orang Indonesia telah mengenal dan memberlakukan hukum pidana adat.
Hukum pidana adat yang mayoritas tidak tertulis ini bersifat lokal, dalam arti
hanya diberlakukan di wilayah adat tertentu.
Induk
peraturan hukum pidana Indonesia adalah Kitab Undang undang Hukum Pidana (KUHP).
KUHP ini mempunyai nama asli Wetboek van
Strafrecht voor Nederlandsch Indie (WvSNI) yang diberlakukan di Indonesia
pertama kali dengan Koninklijk Besluit (Titah Raja) Nomor 33,15 Oktober 1915
dan mulai diberlakukan sejak tanggal 1 Januari 1918. WvSNI merupakan turunan dari WvS negeri Belanda yang dibuat pada tahun
1881 dan diberlakukan di negara Belanda pada tahun 1886. Walaupun WvSNI notabene turunan (copy) dari WvS
Belanda, namun pemerintah kolonial pada saat itu menerapkan asas konkordansi (penyesuaian)
bagi pemberlakuan WvS di negara
jajahannya. Beberapa pasal dihapuskan dan disesuaikan dengan kondisi dan misi
kolonialisme Belanda atas wilayah Indonesia.Berdasarkan Pasal I dan II Aturan Peralihan UUD 1945 (Perubahan
Pertama-Keempat).Maka Segala Peraturan
Mengenai Hukum Pidana Dinyatakan Tetap Berlaku.
Peran
Hukum Pidana Dalam Pembangunan Hukum Positif Di Indonesia
Hukum Pidana
Merupakan Salah Satu Dari Sekian Banyak Hukum Yang Berlaku Di Negara Ini,
Karena Bagian Dari Hukum Publik,Hukum Pidana Mendapatkan Tempat yang sangat
Penting. Alasannya,Hukum Pidana adalah Bidang Hukum Yang Menentukan Sanksi Baik
Secara Fisik Maupun terhadap Harta Kekayaan Bagi Setiap Orang Yang Melakukan
Kejahatan Dan Pelanggaran. Pada Era
Lampau dan Kekinian (Kontemporer) Peran Hukum Pidana Semakin Menunjukan
Eksistensinya Di Dalam Pembangunan Hukum Positif Di Indonesia Melalui Proses
Serta Prosedur Yang Formal Nan Pasti(Certainly),
Ikut Meminimalisir Berbagai Penyakit Sosial Yang Terjadi Dalam Masyarakat.Melalui
Hardware-nya (Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana) Cukup Berhasil Manjaring Para Onrechtmatigedader
atau Para Pelanggar Hukum,dengan Sanksi Yang Sebanding Dengan Kejahatan Dan
Pelanggaran yang Dilakukan .Sanksi Yang Diberikan Sesuai Dengan Tujuan
Pemidanaan Yakni pembalasan(Restribution), menjauhkan pelaku kejahatan dari kehidupan masyarakat(Restraint), memperbaiki atau
merehabilitasi pelaku kejahatan(Reformation),dan pelaku kejahatan yang telah
dijatuhi pidana menjadi jera atau kapok sehingga ia tidak melakukan lagi
kejahatan yang sama atau kejahatan lainnya.(Detterence).
Hukum
Positif Di Indonesia Pada Saat Ini Bila Dilihat Secara, Cermat Masih Bermasalah
Pada Proses Penegakannya (Ius Operatum) dan
Apakah Betul Hukum Positif Tersebut Sudah Benar-Benar Sesuai Dengan Kebutuhan
Masyarakat? Sejauh Ini Hukum Pidana Masih cukup Aktif Memberikan Sumbangan pada
Pembangunan Hukum di Indonesia Dalam Hal Memberikan Ketentraman Pribadi Pada
Setiap Individu dengan Gertakan Sanksi-Sanksinya Yang Relatif Berat.Pembangunan
Hukum Positif Idealnya Selalu Bertumpuh Kepada Ketertiban,Keadilan dan
Kepastian Hukum,Sesuai Dengan Tujuan Hukum Tersebut.Hukum Pidana Dengan Principle of Legality nya ,Sepanjang Ini
kecuali Yang Berkaitan Dengan Extra Ordinary Crime Telah Mampu Menopang Hukum
Positif di Indonesia Dalam Hal Memberikan Kepastian Hukum Kepada Pencari
Keadilan dan Seluruh Masyarakat Serta Melindungi Mereka Dari Terjangan Hukum
Yang Berlaku Surut.Meskipun Sebagian Orang Masih Meragukan Kapasitas Hukum
pidana,Karena Produk Dari Kolonialisme,Namun Sepanjang Masih Sesuai Dengan
Kebutuhan Orang Banyak dan Belum Ada Peraturan Pengganti Mengenai Ketentuan
Ini, Maka Masih Pantas Hukum Pidana Menjadi Salah Satu Kaki Dari Hukum Positif
Indonesia Dalam Rangka Pembangunan Hukum Yang Lebih Baik.Pembangunan Hukum Yg
Sesuai Dengan Harapan Masyarakat Maka Diperlukan Sistem Hukum Untuk Kepeluan
Pembangunan Hukum Secara Komprehensif, Yakni Menurut Lawrance M Friedman terdapat Tiga Hal Pokok Dalam Sistem Hukum :
Struktur Hukum(Aparat Penegak Hukum),Subtansi hukum (Peraturan Perundangan),dan
Kultur/budaya Hukum(Kebiasaan Masyarakat ) Apabila Ketiga Unsur Ini Diperbaiki
Dengan Sebaik-baiknya Maka Pembangunan Hukum Niscaya Maksimal.
“NEC
SCIRE FAST EST OMNIA”
TAK
SEPANTASNYA UNTUK MENGETAHUI SEGALANYA
Tulisan ini merupakan paper mini penulis pada saat menyampaikan materi sebagai Narasumber/Panelis pada Dialog Publik bertema " Kompetisi Hukum Islam dan Hukum Positif di Indonesia demi mewujudkan tatanan hukum yang berkeadilan" yang diselenggarkan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Syariah, Sekolah Tinggi Agama Islam (STAIN Ternate). Dalam Kesempatan ini penulis mewakili BEM-Fakultas Hukum Universitas Khairun Kapasitas penulis sebagai Wakil Sekretaris Bidang Penelitian dan Pengembangan (WasekLitbang) BEM-FH Unkhair.
,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar