Minggu, 16 Maret 2014

Membongkar Benteng Fanatisme Menguji Demokrasi Mahasiswa UNKHAIR (Catatan Ringan Menjelang Pemilu Kampus Unkhair)


Akhirnya, tentang doktrin-doktrin sesat itu, saya percaya telah cukup mengetahui manfaat yang sebenarnya sehingga tidak akan terperdaya baik oleh janji-janji muluk  maupun kelicikan atau pembualan orang yang mengaku lebih tahu daripada yang sesungguhnya mereka ketahui..... 
                                         Rene Descartes in the Book Discourse and Method 1637.

Frans Magnis Suseno dalam sebuah tulisannya yang berjudul Demokrasi : Tantangan Universal, mempresentasikan suatu gagasan yang menarik yang patut kiranya untuk kita bedah  bersama.  Dalam tulisan Romo tersebut terlihat benar bahwa Demokrasi diakui umum sebagai sistem politik di mana sejumlah ciri dan kondisi harus terpenuhi. Ciri tersebut adalah (1) negara hukum, (2) pemerintah berada di bawah kontrol nyata masyarakat, (3) ada pemilihan umum berkala yang bebas ,(4) prinsip mayoritas, (5) adanya jaminan terhadap hak-hak demokratis dasar. Kelima ciri tersebut adalah syarat dimana demokrasi ditilik dalam arti modern. Tulisan yang subtansinya adalah Menguji claim demokrasi yang meligitamasi dirinya sebagai satu-satunya sistem politik yang sah ini, apabila di-konteks-kan dengan pesta demokrasi yang sesaat lagi akan dihelat dilingkungan Kampus ini akan sangat menampakkan relevansinya.
Relevansi yang  Pertama, adalah sebagai praktek perdana (setelah sekian tahun Vakum) penerapan Demokrasi (modern) di lingkungan kampus ini, tentu kiranya membutuhkan mental dan strategi serta taktik menggunakan pendekatan baik Politik, sosial, Budaya, atau bahkan ideologi yang dapat mengkonsolidasikan kepentingan tujuh Blok besar (Struktur Mahasiswa Fakultas Hukum, Ekonomi, Sastra, Teknik, Pertanian-Perikanan dan FKIP) di bawah naungan Kebesaran Khairun (baca: Unkhair) dalam sistem politik yang tetap beralaskan pada culture-budaya dan siap di uji sambil di perbarui secara berkala (Romo Frans – red) . Yang dimaksud Konsolidasi kepentingan adalah bagaimana Struktur Kekuasaan (baca: Presidium) yang telah di berikan kewenangan untuk menyelenggarakan dan mengawal ajang bergengsi Mahasiswa Unkhair ini mampu mendobrak Fanatisme egosentris masing-masing Fakultas (mahasiswa) terhadap kepentingan kelompoknya dan mengarahkan,  memandu, serta mengharmonisasikan Kepentingan masing-masing Fakultas/kelompok tersebut dalam satu Kepentingan Besar lagi Kolektif mahasiswa Unkhair. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah apa kepentingan besar dan kolektif Mahasiswa Unkhair? Pertanyaan ini tentu saja akan mudah untuk dijawab apabila kita sepakat bahwa ajang Pemilu Kampus kali ini bukan semata-mata Proses perebutan Jabatan yang membabi-buta dan cenderung menghalalkan segala cara, terlebih lagi apabila Struktur Presidium yang ada sekarang ikut dalam arus Conflict of Interest  tersebut, maka hampir bisa dipastikan pertanyaaan diatas tidak akan dapat di jawab dalam waktu yang singkat dan Syarat Demokrasi Modern yang dimaksud Romo Frans diatas dengan Sendirinya Gugur.
Kedua,yang tak kalah relevannya adalah apabila Sistem Politik bernama demokrasi yang akan di dikte dalam proses pengisian jabatan ini, di adopsi secara mentah oleh Stake Holder yang terlibat di dalamnya -mulai dari perumusan regulasi sampai penyelenggaraan pemilu- dari Demokrasi yang bersifat Arogan dengan mengclaim/melegitimasi keberhasilan sistemnya pada lingkup yang lebih luas, maka penulis pikir Infrastruktur Politik dalam hal ini Partai peserta Pemilu kampus akan kesulitan mengikuti ritme demokrasi tersebut dan tidak menutup kemungkinan tersesat dalam proses ini. Sebagai bentuk penegasan penting kiranya sistem politik kita senantiasa di uji efektifitas keberlakuannya sembari memperbaiki kelemahan-kelamahannya. Terutama kelemahan regulasi (Hukum-Ad/Art) sebagai Pemandu sah Demokrasi.         
  Dalam tafsiran bebas Fanatisme diartikan suatu paham dan keyakinan yang terlalu kuat yang sedikit pun tidak memberikan peluang untuk menerima yang lain. Fanatisme merupakan variabel berbahaya dalam sebuah iklim yang demokratis. Menjadi tanggung jawab kita bersama untuk membongkar apa yang menjadi akar Fanatisme yang belakangan semakin menguat dalam lingkungan Unkhair sebagai pelopor semangat pluralis dan diversitas. Pekerjaan ini akan mudah apabila Strukur kekuasaan yang disebut Presidium Universitas ikut membantu dengan cara menjembatani kepentingan Kolektif sekaligus menjadi -seperti yang di bahasakan Cak Nur dalam tulisannya yang bersubtitel Dari Rekonsiliasi Ke Konfrontasi- peredam benturan lempengan budaya organisasi (cultural faults organisasion) di masing-masing fakultas dan tidak memperkeruh proses ini, karena begitu banyak sumber daya baik anggaran, waktu, energi, bahkan aktivitas akademik yang dikerahkan semata-mata untuk Pesta Demokrasi Kita
.  Pada akhirnya memang telah nampak benteng-benteng Fanatisme yang dibangun di kalangan mahasiswa per- fakultas menjelang Pemilu Kampus ini. Apabila tidak dibongkar sesegera mungkin akan mengganggu sistem yang sudah terlanjur besar dan dianut di banyak tempat bernama Demokrasi. Maka penting kiranya menguji sistem berdemokrasi dan penerimaan sistem Politik tersebut bagi Kondisi dan situasi berlandasakan Kearifan Culture Politik dalam lingkungan Kemahasiswaan Unkhair. Untuk menguji itu penulis menghadapkan secara vis a vis dengan Pandapat Rene Descartes dalam karyanya berjudul Discourse on Method yang menegaskan “Jika di antara kegiatan manusia yang murni sebagai manusia ada satu yang benar-benar baik dan perlu, saya berani berpendapat bahwa itu adalah kegiatan yang saya pilih”.
Menutup Tulisan ini Penulis menaruh harapan yang besar kepada penyelenggara Pemilu mahasiswa baik PPPUM, PANWASLUM, dan terutama PRESIDIUM Universitas agar memberikan Pembelajaran Politik yang Baik dan Benar dengan tidak menunjukan sikap-sikap yang Non- elegan, karena masih dalam buku yang sama, Rene Descartes Menasehati bahwa suatu pembelajaran yang buruk akan membuat orang  (mahasiswa) bergumam dalam hati “saya merasa bahwa dengan belajar saya tidak mendapat lain, selain kesadaran yang semakin tajam bahwa saya tidak tahu apa-apa”. Sampai Jumpa pada tulisan berikutnya.

Tulisan ini merupakan Artikel penulis yang dimuat pada Tabloid Kampus INTRAS pada tanggal 17 Desember 2012. Topik ini terkait dengan Fenomena Pemilu yang sedang diadakan  di Kampus Universitas Khairun untuk memilih Top Eksekutif Mahasiswa di tingkat universitas (Ketua BEM). Penulis saat itu menjabat sebagai Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas  Khairun Ternate (DPM-FH Unkhair)  dan juga Ketua Dewan Penasehat Partai Demokrasi Mahasiswa (PDM) Unkhair yang juga turut berkompetisi dalam pemilu kampus tersebut.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar