Akhirnya, tentang doktrin-doktrin sesat itu, saya percaya
telah cukup mengetahui manfaat yang sebenarnya sehingga tidak akan terperdaya
baik oleh janji-janji muluk maupun
kelicikan atau pembualan orang yang mengaku lebih tahu daripada yang
sesungguhnya mereka ketahui.....
Rene Descartes in
the Book Discourse and Method 1637.
Frans Magnis Suseno dalam sebuah tulisannya yang
berjudul Demokrasi : Tantangan Universal,
mempresentasikan suatu gagasan yang menarik yang patut kiranya untuk kita bedah
bersama. Dalam tulisan Romo tersebut terlihat benar
bahwa Demokrasi diakui umum sebagai sistem politik di mana sejumlah ciri dan
kondisi harus terpenuhi. Ciri tersebut adalah (1) negara hukum, (2) pemerintah
berada di bawah kontrol nyata masyarakat, (3) ada pemilihan umum berkala yang
bebas ,(4) prinsip mayoritas, (5) adanya jaminan terhadap hak-hak demokratis
dasar. Kelima ciri tersebut adalah syarat dimana demokrasi ditilik dalam arti
modern. Tulisan yang subtansinya adalah Menguji claim demokrasi yang meligitamasi dirinya sebagai satu-satunya
sistem politik yang sah ini, apabila di-konteks-kan dengan pesta demokrasi yang
sesaat lagi akan dihelat dilingkungan Kampus ini akan sangat menampakkan
relevansinya.
Relevansi yang Pertama,
adalah sebagai praktek perdana
(setelah sekian tahun Vakum) penerapan Demokrasi (modern) di lingkungan kampus ini, tentu kiranya membutuhkan
mental dan strategi serta taktik menggunakan pendekatan baik Politik, sosial,
Budaya, atau bahkan ideologi yang dapat mengkonsolidasikan kepentingan tujuh
Blok besar (Struktur Mahasiswa Fakultas Hukum, Ekonomi, Sastra, Teknik,
Pertanian-Perikanan dan FKIP) di bawah naungan Kebesaran Khairun (baca:
Unkhair) dalam sistem politik yang tetap beralaskan pada culture-budaya dan
siap di uji sambil di perbarui secara berkala (Romo Frans – red) . Yang dimaksud Konsolidasi
kepentingan adalah bagaimana Struktur Kekuasaan (baca: Presidium) yang telah di
berikan kewenangan untuk menyelenggarakan dan mengawal ajang bergengsi
Mahasiswa Unkhair ini mampu mendobrak Fanatisme egosentris masing-masing Fakultas
(mahasiswa) terhadap kepentingan kelompoknya dan mengarahkan, memandu, serta mengharmonisasikan Kepentingan
masing-masing Fakultas/kelompok tersebut dalam satu Kepentingan Besar lagi
Kolektif mahasiswa Unkhair. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah apa
kepentingan besar dan kolektif Mahasiswa Unkhair? Pertanyaan ini tentu saja
akan mudah untuk dijawab apabila kita sepakat bahwa ajang Pemilu Kampus kali
ini bukan semata-mata Proses perebutan Jabatan yang membabi-buta dan cenderung
menghalalkan segala cara, terlebih lagi apabila Struktur Presidium yang ada
sekarang ikut dalam arus Conflict of
Interest tersebut, maka hampir bisa
dipastikan pertanyaaan diatas tidak akan dapat di jawab dalam waktu yang singkat
dan Syarat Demokrasi Modern yang dimaksud Romo Frans diatas dengan Sendirinya
Gugur.
Kedua,yang
tak kalah relevannya adalah apabila Sistem Politik bernama demokrasi yang akan
di dikte dalam proses pengisian jabatan ini, di adopsi secara mentah oleh Stake
Holder yang terlibat di dalamnya -mulai dari perumusan regulasi sampai
penyelenggaraan pemilu- dari Demokrasi yang bersifat Arogan dengan
mengclaim/melegitimasi keberhasilan sistemnya pada lingkup yang lebih luas,
maka penulis pikir Infrastruktur Politik dalam hal ini Partai peserta Pemilu
kampus akan kesulitan mengikuti ritme demokrasi tersebut dan tidak menutup
kemungkinan tersesat dalam proses ini. Sebagai bentuk penegasan penting kiranya
sistem politik kita senantiasa di uji efektifitas keberlakuannya sembari
memperbaiki kelemahan-kelamahannya. Terutama kelemahan regulasi (Hukum-Ad/Art)
sebagai Pemandu sah Demokrasi.
Dalam tafsiran bebas Fanatisme diartikan suatu
paham dan keyakinan yang terlalu kuat yang sedikit pun tidak memberikan peluang
untuk menerima yang lain. Fanatisme merupakan variabel berbahaya dalam sebuah
iklim yang demokratis. Menjadi tanggung jawab kita bersama untuk membongkar apa
yang menjadi akar Fanatisme yang belakangan semakin menguat dalam lingkungan
Unkhair sebagai pelopor semangat pluralis dan diversitas. Pekerjaan ini akan
mudah apabila Strukur kekuasaan yang disebut Presidium Universitas ikut membantu
dengan cara menjembatani kepentingan Kolektif sekaligus menjadi -seperti yang
di bahasakan Cak Nur dalam tulisannya yang bersubtitel Dari Rekonsiliasi Ke Konfrontasi- peredam benturan lempengan budaya
organisasi (cultural faults organisasion)
di masing-masing fakultas dan tidak memperkeruh proses ini, karena begitu
banyak sumber daya baik anggaran, waktu, energi, bahkan aktivitas akademik yang
dikerahkan semata-mata untuk Pesta Demokrasi Kita
. Pada
akhirnya memang telah nampak benteng-benteng Fanatisme yang dibangun di
kalangan mahasiswa per- fakultas
menjelang Pemilu Kampus ini. Apabila tidak dibongkar sesegera mungkin akan
mengganggu sistem yang sudah terlanjur besar dan dianut di banyak tempat
bernama Demokrasi. Maka penting kiranya menguji sistem berdemokrasi dan
penerimaan sistem Politik tersebut bagi Kondisi dan situasi berlandasakan
Kearifan Culture Politik dalam lingkungan Kemahasiswaan Unkhair. Untuk menguji
itu penulis menghadapkan secara vis a vis
dengan Pandapat Rene Descartes dalam karyanya berjudul Discourse on Method yang menegaskan “Jika di antara kegiatan manusia yang murni sebagai manusia ada satu
yang benar-benar baik dan perlu, saya berani berpendapat bahwa itu adalah
kegiatan yang saya pilih”.
Menutup Tulisan ini Penulis menaruh harapan yang
besar kepada penyelenggara Pemilu mahasiswa baik PPPUM, PANWASLUM, dan terutama
PRESIDIUM Universitas agar memberikan Pembelajaran Politik yang Baik dan Benar
dengan tidak menunjukan sikap-sikap yang Non- elegan, karena masih dalam buku
yang sama, Rene Descartes Menasehati bahwa suatu pembelajaran yang buruk akan
membuat orang (mahasiswa) bergumam dalam
hati “saya merasa bahwa dengan belajar
saya tidak mendapat lain, selain kesadaran yang semakin tajam bahwa saya tidak
tahu apa-apa”. Sampai Jumpa pada tulisan berikutnya.
Tulisan ini merupakan Artikel penulis yang dimuat pada Tabloid Kampus INTRAS pada tanggal 17 Desember 2012. Topik ini terkait dengan Fenomena Pemilu yang sedang diadakan di Kampus Universitas Khairun untuk memilih Top Eksekutif Mahasiswa di tingkat universitas (Ketua BEM). Penulis saat itu menjabat sebagai Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Khairun Ternate (DPM-FH Unkhair) dan juga Ketua Dewan Penasehat Partai Demokrasi Mahasiswa (PDM) Unkhair yang juga turut berkompetisi dalam pemilu kampus tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar