“Bukanlah
Kepintaran atau Kebijaksanaan Melainkan Kekuasaanlah yang Melahirkan
Hukum” Thomas Hobbes (1588-1679)
Idealnya,
Bukanlah Semata-mata Kekuasaan yang Menjadi Ujung Tombak Terbentuknya
Hukum,Pernyataan dari Ahli Filsafat Hukum dan Ilmu Politik Kenamaan Inggris
Diatas Merupakan Suatu Sindiran Kepada Beberapa Rezim yang Otoriter dan
Cenderung Tiran. Takaran Pembentukan Suatu Prodak Perundang-Undangan (Hukum)
Harus Lebih Kepada Kebijaksanaan dan Kepintaran mengawinkan Kepentingan Negara
dan Kepentingan Penghuni Negara
(Rakyat,Masyarakat,warga negara) Sehingga Terciptanya Hukum yang Responsif
dan Populis, Bukannya Kekuasaan yang akan Melahirkan Hukum Berwatak Orthodoks Elitis. Beda Halnya dengan
di Indonesia,tidak ada sedikitpun sentuhan Kebijaksanaan, ataupun Kecerdasan
dalam Membaca Kepentingan Masyarakat
Guna Membuat Suatu Peraturan Perundang-Undangan, yang Atas Nama Mazhab
Sosiological Jurisprudence,dinyatakan Sebagai Hukum yang Gagal. Sindiran Thomas
Hobbes diatas Pantas Di alamatkan Di negara ini. Mengapa Demikian? Salah
Satunya yang Paling Mutakhir adalah Mengenai Rancangan Undang-Undang (RUU)
Tentang Intelijen, Hal ini semakin Mengarahkan Indonesia Ke arah Syndrome
Failed yaitu Kegagalan Hukum dalam suatu Negara dan Kegagalan Negara Dalam
Membentuk Hukum.
Pembajakan Peradilan dan Tatanan
Hukum Di Negeri Ini,Mungkin inilah Kalimat yang mendekati kata tepat,apabila kita
dengan kritis menelaah Beberapa Butir Ketentuan (Pasal) dalam RUU Intelijen.
RUU yang merupakan Inisiatif Dari Pemerintah ini, Semakin Mempertajam Tesis
Adhi M Mashardi Dalam Tulisannya “ Negara Gagal atau Pemerintahan Gagal?”(HRM
061010). Mungkin Terlalu Dini Apabila Mengatakan Indonesia Sebagai The Failed State (Negara Gagal) Namun Kita
akan dipaksa Menoleh Ke Arah itu Apabila Melihat Realitas Objektif Dari Negara
Tercinta Kita Ini. Banyak Sekali Anomali terutama Anomali Hukum Di Republik
yang didirikan dengan keringat dan darah ini. Kembali Ke RUU intelijen, Di
dalam RUU ini Terdapat wewenang intelijen dalam menangkap, menahan, dan
memeriksa secara paksa (pasal 26-28). Alangkah Lucunya Wewenang ini Karena
Kewenangan Menangkap,Menahan,dan Memeriksa di Negara Ini Telah Ada
Pengaturannya Dalam UU No 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP),ini
Merupakan Patokan Tunggal Beracara Bagi Seluruh Rakyat Indonesia yang
Terindikasi Melakukan Tindak Pidana, Berdasarkan Bukti Permulaan yang Cukup. Penting diingat bahwa Badan Intelijen Negara
adalah bagian dari Lembaga Intelijen Non-Judicial yang tidak termasuk menjadi
bagian dari Aparat Penegak Hukum. dalam RUU ini BIN Memegang Posisi yang amat
sangat Vital dan Bukan Merupakan Fenomena yang Aneh Apabila Sebagai alat
Negara, kedepan BIN akan Disalahgunakan Oleh Pihak yang Sedang Berkuasa.
Dalam Negara Hukum, kewenangan menangkap
maupun menahan hanya bisa dilakukan oleh Aparat Penegak Hukum. Berkaitan dengan
Penangkapan yang Tercantum Dalam RUU ini,Hal ini Bisa Disebut Sebagai Upaya
Melegalkan/Meligitimasi Penculikan, apakah tidak Berbahaya dalam Suasana Iklim Demokrasi
di Negara Ini?.Terutama Bagi Para Aktifis yang “Dianggap” Mengancam Keamanan
Negara akan Semakin Gampang Diciduk. apalagi dalam Beberapa Kasus yang terjadi
Intelijen Lebih Sering Menggunakan Kekerasan baik Psikis Maupun Fisik Untuk
Mengejar Pengakuan Terduga/Tersangka. Jadi Sudah Sangat Jelas Bahwa RUU
Intelijen Ini apabila Disahkan Menjadi UU akan dengan Sengaja Merusak Criminal Justice System yang Sudah Mapan
serta Menghina Kebebasan Berkumpul,dan Mengeluarkan Pendapat Di Indonesia.
Menurut Adnan Buyung Nasution ada 30 Pasal Bermasalah dalam RUU ini, Sungguh
Merupakan Penyebab Terbesar Kegagalan Suatu Negara Demokrasi.
Noam Chomsky, dalam bukunya (Failed States: The Abuse of
Power and the Assault on Democracy, 2006), Mengemukakan : Sebuah negara
bisa dinyatakan gagal bila tidak punya kemampuan atau ogah-ogahan melindungi
warganya dari berbagai tindak kekerasan dan ancaman kehancuran. Indonesia akan
Masuk Dalam Kategori Chomsky Apabila Mengesahkan RUU Intelijen (Tidak mempunyai
kemampuan Melindungi Warganya). Apalagi Data Terakhir Dari Failed State Index tahun 2010, Indonesia
berada di peringkat 61 dari 177 Negara yang terancam Gagal. Untuk tahun ini,
peringkat Indonesia Kemungkinan melorot lagi kalau efektifitas pemerintahan tak
segera dibenahi. Efektifitas yang dimaksud adalah Pemerintah Harus Mampu
Menerjemahkan Kemauan Rakyat Kedalam Produk Hukum yang Lebih Berpihak Kepada
Rakyat Secara Sosiologis,dan Tidak Membungkam Peraturan Perundang-undangan yang
sudah Mapan Secara Yurudis.
Sudah Sepantasnya Dan Sepatutnya
Apabila Sebagai Insan yang Bertanggung
Jawab atas Terwujudnya Masyarakat adil dan Makmur, Menjadi Kewajiban kita Untuk
Mencegah Terjadinya Kegagalan Negara
Tercinta Ini. Sebagai Insan Akademis yang Mengabdi Untuk Bangsa Ini, Perjuangan
Melawan Hukum yang Tiran Merupakan Harga Mati. Akhirnya Semoga Langkah Kita Di
Ridhoi ALLAH SWT.
Yakin
Usaha Sampai
Billahi Taufik Walhidayah Wass,Wr,Wb.
Tulisan ini dimuat pada Harian Malut Post (Jawa Post Group)
Sekitar bulan Agustus Tahun 2011
Sekitar bulan Agustus Tahun 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar